$$Misalkan:1–1+1-+1-!+………………………….=X,\quad maka:\\ <==>1–(1–1+1-1+………….)=X\\ <==>1–X=X\\ <==>1=2X\\ ∴\quad X\quad =\quad \frac { 1 }{ 2 }$$
Laman
Senin, 07 Desember 2015
Minggu, 06 Desember 2015
Diskusi Ringan
Berapakah nilai dari : 1 + 1 - 1 + 1 - 1 + ......................................... !
Senin, 16 November 2015
Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip – Prinsip Pengembangan Kurikulum
(Bahan Referensi UKG 2015 - Indikator 3.1.1.-3.1.3)
Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif,
didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan
kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang
akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa
besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia
pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti :
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Prinsip-prinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan
prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi
kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan
prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan
lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan
dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam
hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan
efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan
pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
- Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
- Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
- Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
- Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
- Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait
dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat
sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
- Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
- Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
- Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan
prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya
sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh
atau jiwanya kurikulum
Dalam
mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada
pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih
penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip
khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Minggu, 15 November 2015
Terori Belajar Matematika
TEORI BELAJAR MATEMATIKA
(Bahan Referensi Kisi-kisi UKG 2015 - Indikator 2.1.1 - 2.1.6)
1.
Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (lawofreadiness), hukum latihan (lawofexercise) dan hukum akibat (lawofeffect).
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (lawofreadiness), hukum latihan (lawofexercise) dan hukum akibat (lawofeffect).
2.
Teori Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif.
Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif.
Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan
3.
Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan itu dirasakan bermakna bagi siswa Kebermaknaan: sesuai dengan struktur kognitif, sesuai struktur keilmuan, memuat keterkaitan seluruh bahan (ihtisar/resume/rangkuman/ringkasan/ bahan/peta)
Peta konsep adalah bagan / struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu / terorganisir (herarkhis, distributive/menyebar)
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Dalam belajar menerima siswa hanya menerima dan tinggal meghapalkan materi. Sedangkan pada belajar menemukan, siswa tidak menerima pelajaran begitu saja ,tetapi konsep ditemukan oleh siswa.
Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan (discovery). Namun demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi belajar bermakna jika berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, tidak hanya sampai pada tahap hapalan; bahan pelajaran harus cocok dengan kemampuan siswa dan sesuai dengan struktur kognitif siswa.
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan itu dirasakan bermakna bagi siswa Kebermaknaan: sesuai dengan struktur kognitif, sesuai struktur keilmuan, memuat keterkaitan seluruh bahan (ihtisar/resume/rangkuman/ringkasan/ bahan/peta)
Peta konsep adalah bagan / struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu / terorganisir (herarkhis, distributive/menyebar)
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Dalam belajar menerima siswa hanya menerima dan tinggal meghapalkan materi. Sedangkan pada belajar menemukan, siswa tidak menerima pelajaran begitu saja ,tetapi konsep ditemukan oleh siswa.
Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan (discovery). Namun demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi belajar bermakna jika berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, tidak hanya sampai pada tahap hapalan; bahan pelajaran harus cocok dengan kemampuan siswa dan sesuai dengan struktur kognitif siswa.
4.
Teori Gagne
Menurut Gagne ada dua objek belajar matematika, yaitu:
a. Objek langsung (fakta, keterampilan, konsep, dan aturan-aturan (principle)
b. Objek tak langsung (kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri, bersikap positif terhadap matematika, tahu bagaimana semestinya belajar)
Delapan tipe belajar Gagne:
a. Isyarat
b. Stimulus respon
c. Rangkaian gerak
d. Rangkaian verbal
e. Belajar membedakan
f. Pembentukan konsep
g. Pembentukan aturan
h. Pemecahan masalah
Menurut Gagne ada dua objek belajar matematika, yaitu:
a. Objek langsung (fakta, keterampilan, konsep, dan aturan-aturan (principle)
b. Objek tak langsung (kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri, bersikap positif terhadap matematika, tahu bagaimana semestinya belajar)
Delapan tipe belajar Gagne:
a. Isyarat
b. Stimulus respon
c. Rangkaian gerak
d. Rangkaian verbal
e. Belajar membedakan
f. Pembentukan konsep
g. Pembentukan aturan
h. Pemecahan masalah
5.
Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan belajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan belajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6.
Teori baruda (Belajar dengan Meniru)
Baruda melihat juga adanya kelemahan dalam teori Skinner, yaitu bahwa respon yang diberikan siswa yang kemudian diberi penguatan tidaklah esensial, menurutnya yang eseinsial adalah bahwa seseorang akan belajar dengan baik melalui peniruan, melalui apa yang dilihatnya dari seseorng, tayangan, dll yang menjadi model untuk ditiru. Pengertian meniru ini bukan berarti mencontek,tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain,terutama guru.
Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang professional.
Baruda melihat juga adanya kelemahan dalam teori Skinner, yaitu bahwa respon yang diberikan siswa yang kemudian diberi penguatan tidaklah esensial, menurutnya yang eseinsial adalah bahwa seseorang akan belajar dengan baik melalui peniruan, melalui apa yang dilihatnya dari seseorng, tayangan, dll yang menjadi model untuk ditiru. Pengertian meniru ini bukan berarti mencontek,tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain,terutama guru.
Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang professional.
7.
Teori Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema- skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.
Tahap perkembangan kognitif:
• Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini,pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik(gerakan anggota tubuh)dan sensori(koordinasi alat indra).
• Tahap Pra Operasi (2 tahun sampai dengan7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi konkrit adalah berupa tindakan- tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak benda berdasarkan urutan tertentu, dan membilang.
• Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan 11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
• Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema- skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.
Tahap perkembangan kognitif:
• Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini,pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik(gerakan anggota tubuh)dan sensori(koordinasi alat indra).
• Tahap Pra Operasi (2 tahun sampai dengan7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi konkrit adalah berupa tindakan- tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak benda berdasarkan urutan tertentu, dan membilang.
• Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan 11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
• Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
8.
Teori Bruner
Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran anak diarahkan pada konsep-konsep dan struktur- struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.
Bruner menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh agar anak dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan,sehinggaanakan memahami materi yang harus dikuasai.
Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Melalui penggunaan media pembelajaran matematika yang ada, siswa akan melihat langsung keteraturan dan pola strukur yang terdapat dalam penggunaan media pembelajaran matematika yang diperhatikannya.
Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran anak diarahkan pada konsep-konsep dan struktur- struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.
Bruner menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh agar anak dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan,sehinggaanakan memahami materi yang harus dikuasai.
Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Melalui penggunaan media pembelajaran matematika yang ada, siswa akan melihat langsung keteraturan dan pola strukur yang terdapat dalam penggunaan media pembelajaran matematika yang diperhatikannya.
Tahapan
belajar menurut Brunner
1. Tahap enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
2. Tahap ikonik
Tahapan dimana kegiatan siswa berhubungan dengan mental, merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap simbolik
Tahapan dimana anak-anak memanipulasi simbol-simbol atau objek tertentu.
1. Tahap enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
2. Tahap ikonik
Tahapan dimana kegiatan siswa berhubungan dengan mental, merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap simbolik
Tahapan dimana anak-anak memanipulasi simbol-simbol atau objek tertentu.
9.
Teori Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
Tokoh aliran ini adalah John Dewey.Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
Tokoh aliran ini adalah John Dewey.Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
10. Teori belajar W.
Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117).
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117).
11. Teori Dienes (Joyfull Learning)
Zoltan P.Dienes adalah seorang matematikawan yang memfokuskan perhatiannya pada cara pengajaran. Dienes menekankan bahwa dalam pembelajaran sebaiknya dikembangkan suatu proses pembelajaran yang menarik sehingga bisa meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran matematika.
Zoltan P.Dienes adalah seorang matematikawan yang memfokuskan perhatiannya pada cara pengajaran. Dienes menekankan bahwa dalam pembelajaran sebaiknya dikembangkan suatu proses pembelajaran yang menarik sehingga bisa meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran matematika.
12. Teori Polya
Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang paling tinggi. Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya kesesuaian dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, supaya tidak terjadi stagnasi.
Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang paling tinggi. Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya kesesuaian dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, supaya tidak terjadi stagnasi.
Tahapan
pemecahan masalah:
1) Memahami masalah
2) membuat rencana/cara penyelesaian masalah
3) menjalankan rencana/menyelesaikan masalah
4) melihat kembali/recek.
1) Memahami masalah
2) membuat rencana/cara penyelesaian masalah
3) menjalankan rencana/menyelesaikan masalah
4) melihat kembali/recek.
13. Freudenthal dan Treffers (RME: Realistic Mathematics
Education)
• pematematikaan: horizontal (H), diteruskan Vertikal (V); realistic (H+,V+)
• mekanistik (drill & practice: (H- dan V-); empiris (H+, V-); strukturilistik (H-, V+)
• pematematikaan: horizontal (H), diteruskan Vertikal (V); realistic (H+,V+)
• mekanistik (drill & practice: (H- dan V-); empiris (H+, V-); strukturilistik (H-, V+)
14. Teori Van Hiele
Tahap perkembangan siswa dalam memahami geometri:
1) Pengenalan
2) analisis
3) pengurutan
4) deduksi
5) keakuratan (rigor)
Menurut Van Hiele ada tiga unsure dalam pengajaran matematika yaitu waktu,materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi
Tahap perkembangan siswa dalam memahami geometri:
1) Pengenalan
2) analisis
3) pengurutan
4) deduksi
5) keakuratan (rigor)
Menurut Van Hiele ada tiga unsure dalam pengajaran matematika yaitu waktu,materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi
15. John Dewey (CTL)
• mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi dunia nyata
• mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya / manfaatnya
• strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah
• mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi dunia nyata
• mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya / manfaatnya
• strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah
16. Aliran latihan mental
Otak diibaratkan seperti otot, jika ingin kuat harus sering dilatih, makin keras dan sulit latihannya akan lebih baik hasilnya.
Otak diibaratkan seperti otot, jika ingin kuat harus sering dilatih, makin keras dan sulit latihannya akan lebih baik hasilnya.
17. Teori Tollman
Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil belajarnya sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons melalui penguatan.
Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil belajarnya sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons melalui penguatan.
18. Teori Clark Hull
Clark Hull mengemukaan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
Clark Hull mengemukaan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
19. Teori Bloom dan Krathwohl
Teori Bloom dan Krathwohl mengemukakan tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom.
Teori Bloom dan Krathwohl mengemukakan tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom.
20. Teori Kolb
Kolb membagi tahapan belajar ke dalam empat tahapan, yaitu:
a. pengalaman konkret
b. pengamatan aktif dan reflektif
c. konseptualisasi
d. eksperimentasi aktif
Kolb membagi tahapan belajar ke dalam empat tahapan, yaitu:
a. pengalaman konkret
b. pengamatan aktif dan reflektif
c. konseptualisasi
d. eksperimentasi aktif
21. Teori Habermas
Habermas berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu:
a. belajar teknis
b. belajar praktis
c. belajar emansipatoris
Habermas berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu:
a. belajar teknis
b. belajar praktis
c. belajar emansipatoris
22. Teori Landa
Menurut Landa ada dua proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran sekaligus.
23. Teori
Pask dan ScottMenurut Landa ada dua proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran sekaligus.
Pask dan Scott juga membagi proses berpikir manjadi dua macam. Pertama
pendekatan serialis yang menyerupai pendekatan algoritmik yang dikemukakan
Landa. Jenis kedua adalah cara berpikir menyeluruh yaitu berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi.
Jumat, 13 November 2015
Pengertian, Prinsip, dan Teknik Penilaian
Pengertian, Prinsip, dan Teknik Penilaian
((Referensi Kisi2 UKG 2015 - Indikator 8.1.5 - 8.1.7)
A
Pengertian
1. Standar
penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
2. Penilaian
pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar peserta didik.
3. Ulangan
adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran,
dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.
4. Ulangan
harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau
lebih.
5. Ulangan
tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan
pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
seluruh KD pada periode tersebut.
6. Ulangan
akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi
seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
7. Ulangan
kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester
genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester
genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan
ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
KD pada semester tersebut.
8. Ujian
sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik
yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi
belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.
Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau
psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian
Sekolah/Madrasah.
9. Ujian
Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian
kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar
Nasional Pendidikan.
10. Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan
untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
nilai batas ambang kompetensi.
B. Prinsip
Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta
didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. sahih,
berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. objektif,
berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. adil,
berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. terbuka,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. menyeluruh
dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta
didik.
7. sistematis,
berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
8. beracuan
kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan.
9. akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.
C.
Teknik
dan Instrumen Penilaian
Penilaian hasil belajar oleh pendidik
menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan
atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan
tingkat perkembangan peserta didik.
1. Teknik
tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.
2. Teknik
observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di
luar kegiatan pembelajaran.
3. Teknik
penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah
dan/atau proyek.
4. Instrumen
penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a)
substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi,
adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
5. Instrumen
penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian
sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta
memiliki bukti validitas empirik.
6. Instrumen
penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta
menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan
antartahun.
D.
Mekanisme
dan Prosedur Penilaian
1. Penilaian
hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
2. Perancangan
strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang
penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3. Ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan
oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
4. Penilaian
hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif
dan/atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan
atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari
satuan pendidikan.
5. Penilaian
akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata
pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian
oleh pendidik.
6. Penilaian
akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian
oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah.
7. Kegiatan
ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah: (a) menyusun kisi-kisi
ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah dan
menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah, dan (e)
melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
8. Penilaian
akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari
pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.
9. Penilaian
kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai
warga masyarakat dan warga negara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai
luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian
dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh
guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik
mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.
10. Penilaian
mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang
relevan.
11. Keikutsertaan
dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang
ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah.
12. Hasil
ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan
harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti
pembelajaran remedi.
13. Hasil
penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu
nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan
belajar.
14. Kegiatan
penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang
diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN.
15. UN
diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bekerjasama
dengan instansi terkait.
16. Hasil
UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan
dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
17. Hasil
analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan
serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
E.
Penilaian
oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan
secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar
peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. menginformasikan
silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian
pada awal semester.
2. mengembangkan
indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat
menyusun silabus mata pelajaran.
3. mengembangkan
instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang
dipilih.
4. melaksanakan
tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan.
5. mengolah
hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar
peserta didik.
6. mengembalikan
hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang
mendidik.
7. memanfaatkan
hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
8. melaporkan
hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan
satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik
disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.
9. melaporkan
hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian
kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk
menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan
kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
Langganan:
Postingan (Atom)